Kamis, 31 Juli 2014

Puisi Dalam Film


Puisi Dalam Film
 
Untuk memperindah film yang bertema romantis, puisi cinta banyak dimasukkan ke dalam skenario. Disamping, banyaknya film yang ternyata diadopsi dari naskah-naskah drama lama yang tentunya banyak sekali memuat puisi. Berikut adalah film-film yang memasukkan unsur puisi dalam skenarionya:

1   1.   Othello
Film ini diangkat dari naskah drama lima babak karya sastrawan William Shakespeare, yang juga sangat populer dengan puisi-puisi romantisnya seperti: Sonnet 116, Loves Labours Lost, dan lain-lain. Konon cerita Othello tersebut bersumber dari Hecatommithi (One Hundred Tales) karya seorang penulis Italia bernama Giambattista Giraldi yang menggunakan nama alias Cinthio.
Secara garis besar, Film Othello menceritakan kisah cinta antara Othello dan Desdemona yang berakhir tragis, dibunuhnya Desdemona sang kekasih oleh Othello sendiri. Shakespeare tidak hanya menampilkan dialog yang menawan dalam karyanya ini, tapi juga memasukkan syair-syair cinta yang syahdu. Seperti dibawah ini;
If I had but an hour of love,
If that be all it's given me
An hour of love; upon this earth,
I would give my love to thee

...




     2.   Gie:
Judul film yang merupakan nama singkat/panggilan dari Soe Hok Gie, nama Soe Hok Gie sendiri adalah dialek Hokkian dari namanya Su Fu-yi. Seorang aktivis mahasiswa yang begitu gigih dan tak kenal kompromi terkenal dengan semboyannya: “Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan". 
Film biografi ini menampilkan secara utuh kehidupan seorang Gie, bukan hanya kehidupan sebagai aktivisnya saja tetapi sebagai seorang remaja pecinta alam, yang juga hobby menonton dan menganalisa film, menikmati kesenian-kesenian tradisional, menghadiri pesta-pesta dan mengenai cinta juga tentunya. 
Gie tidak hanya mampu membuat artikel-artikel provokatif untuk membangkitkan semangat dalam melawan rejim yang sewenang-wenang di masanya, tapi juga mampu menulis puisi-puisi cinta nan indah. Berikut adalah salah satu puisinya:

akhirnya semua akan tiba
pada pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui.

Apakah kau masih berbicara selembut dahulu
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku.

(kabut tipis pun turun pelan-pelan
di lembah kasih, lembah Mandalawangi
kau dan aku tegak berdiri
melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

apakah kau masih membelaiku selembut dahulu
ketika kudekap kau
dekaplah lebih mesra, lebih dekat.

(lampu-lampu berkedipan di Jakarta yang sepi
kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya
kau dan aku berbicara
tanpa kata, tanpa suara
ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)

apakah kau masih akan berkata
kudengar derap jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta

(haripun menjadi malam
Kulihat semuanya menjadi muram
Wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara
dalam bahasa yang tidak kita mengerti
Seperti kabut pagi itu)

manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan
dan harapan-harapan bersama hidup yang begitu biru.


( Bersambung )

0 komentar: