Puisi Dalam Film
Untuk memperindah film
yang bertema romantis, puisi cinta banyak dimasukkan ke dalam skenario.
Disamping, banyaknya film yang ternyata diadopsi dari naskah-naskah drama lama
yang tentunya banyak sekali memuat puisi. Berikut adalah film-film yang
memasukkan unsur puisi dalam skenarionya:
1 1. Othello
Film ini diangkat dari naskah drama lima babak karya sastrawan William Shakespeare,
yang juga sangat populer dengan puisi-puisi romantisnya seperti: Sonnet 116, Loves
Labours Lost, dan lain-lain. Konon cerita Othello tersebut bersumber dari Hecatommithi (One Hundred Tales)
karya seorang penulis Italia bernama Giambattista Giraldi yang menggunakan nama
alias Cinthio.
Secara garis besar,
Film Othello menceritakan kisah cinta antara Othello dan Desdemona yang
berakhir tragis, dibunuhnya Desdemona sang kekasih oleh Othello sendiri.
Shakespeare tidak hanya menampilkan dialog yang menawan dalam karyanya ini,
tapi juga memasukkan syair-syair cinta yang syahdu. Seperti dibawah ini;
If I had but an hour of love,
If that be all it's given me
An hour of love; upon this earth,
I would give my love to thee
If that be all it's given me
An hour of love; upon this earth,
I would give my love to thee
...
2. Gie:
Judul film yang
merupakan nama singkat/panggilan dari Soe Hok Gie, nama Soe Hok Gie sendiri adalah
dialek Hokkian dari namanya Su Fu-yi. Seorang aktivis
mahasiswa yang begitu gigih dan tak kenal kompromi terkenal dengan semboyannya:
“Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan".
Film biografi ini menampilkan secara utuh kehidupan seorang Gie, bukan hanya kehidupan sebagai aktivisnya saja tetapi sebagai seorang remaja pecinta alam, yang juga hobby menonton dan menganalisa film, menikmati kesenian-kesenian tradisional, menghadiri pesta-pesta dan mengenai cinta juga tentunya.
Gie tidak hanya mampu membuat artikel-artikel provokatif untuk membangkitkan semangat dalam melawan rejim yang sewenang-wenang di masanya, tapi juga mampu menulis puisi-puisi cinta nan indah. Berikut adalah salah satu puisinya:
Film biografi ini menampilkan secara utuh kehidupan seorang Gie, bukan hanya kehidupan sebagai aktivisnya saja tetapi sebagai seorang remaja pecinta alam, yang juga hobby menonton dan menganalisa film, menikmati kesenian-kesenian tradisional, menghadiri pesta-pesta dan mengenai cinta juga tentunya.
Gie tidak hanya mampu membuat artikel-artikel provokatif untuk membangkitkan semangat dalam melawan rejim yang sewenang-wenang di masanya, tapi juga mampu menulis puisi-puisi cinta nan indah. Berikut adalah salah satu puisinya:
akhirnya semua
akan tiba
pada pada suatu
hari yang biasa
pada suatu
ketika yang telah lama kita ketahui.
Apakah kau
masih berbicara selembut dahulu
memintaku minum
susu dan tidur yang lelap?
sambil
membenarkan letak leher kemejaku.
(kabut tipis
pun turun pelan-pelan
di lembah
kasih, lembah Mandalawangi
kau dan aku
tegak berdiri
melihat
hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi
belaian angin yang menjadi dingin)
apakah kau
masih membelaiku selembut dahulu
ketika kudekap
kau
dekaplah lebih
mesra, lebih dekat.
(lampu-lampu
berkedipan di Jakarta yang sepi
kota kita
berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya
kau dan aku
berbicara
tanpa kata,
tanpa suara
ketika malam
yang basah menyelimuti jakarta kita)
apakah kau
masih akan berkata
kudengar derap
jantungmu
kita begitu
berbeda dalam semua
kecuali dalam
cinta
(haripun
menjadi malam
Kulihat
semuanya menjadi muram
Wajah-wajah
yang tidak kita kenal berbicara
dalam bahasa
yang tidak kita mengerti
Seperti kabut
pagi itu)
manisku, aku
akan jalan terus
membawa
kenangan-kenangan
dan
harapan-harapan bersama hidup yang begitu biru.
(
Bersambung )
0 komentar:
Posting Komentar